Masalah Mahkamah Konstitusi Kabulkan Uji Formil
H Syahrullah SH MH |
Luar biasa Mahkamah Konstitusi. Itu kesan yang saya ketika membaca berita tentang Mahkamah konstitusi mengabulkan permohonan uji formil terhadap UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Sejarah baru bagi bangsa Indonesia.
UU ini memang awal kemunculannya telah melahirkan kontroversi yang berkepanjangan. Ada pendapat yang pro dan kontra terhadap sistem yang dipakai dalam penyusunannya.
Ada yang berpendapat sistem omni bus Law dapat diterapkan di Indonesia. Omnibus Law adalah metode perancangan undang-undang yang dipakai utamanya oleh Negara-negara yang menganut sistem anglo Amerika.
Sedangkan yang tidak setuju,memandang bahwa omnibus law tidak dikenal dalam sistem pembuatan undang-undang di Indonesia. UU No. 12 Tahun 2011 tentang pembentukan Peraturan Perundang-undangan, tidak mengatur tata cara penyusunan dengan sistem omnibus law.
Mahkamah Konstitusi selama ini belum pernah mengabulkan permohonan uji formil. Hal ini menurut Hamdan Sulva dan Jimlly Asshiddiqie putusan ini menjadi sejarah bagi Bangsa Indonesia. Pada amar putusan Nomor yang dibacakan pada kamis 25 November 2021, Mahkamah Konstiusi menyatakan:
Pertama, menyatakan permohonan Pemohon I dan Pemohon II tidak dapat diterima;
Kedua, mengabulkan permohonan Pemohon III, Pemohon IV, Pemohon V, dan Pemohon VI untuk sebagian;
Ketiga, menyatakan pembentukan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 245, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6573) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai “tidak dilakukan perbaikan dalam waktu 2 (dua) tahun sejak putusan ini diucapkan”;
keempat, menyatakan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 245, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6573) masih tetap berlaku sampai dengan dilakukan perbaikan pembentukan sesuai dengan tenggang waktu sebagaimana yang telah ditentukan dalam putusan ini;
kelima, memerintahkan kepada pembentuk undang-undang untuk melakukan perbaikan dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) tahun sejak putusan ini diucapkan dan apabila dalam tenggang waktu tersebut tidak dilakukan perbaikan maka Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 245, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6573) menjadi inkonstitusional secara permanen;
keenam, menyatakan apabila dalam tenggang waktu 2 (dua) tahun pembentuk undang-undang tidak dapat menyelesaikan perbaikan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 245, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6573) maka undang-undang atau pasal-pasal atau materi muatan undang-undang yang telah dicabut atau diubah oleh Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 245, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6573) dinyatakan berlaku kembali;
Ketujuh, menyatakan untuk menangguhkan segala tindakan/kebijakan yang bersifat strategis dan berdampak luas, serta tidak dibenarkan pula menerbitkan peraturan pelaksana baru yang berkaitan dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 245, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6573);
Kedelapan, memerintahkan pemuatan putusan ini dalam Berita Negara Republik Indonesia sebagaimana mestinya;
Kesembilan, menolak permohonan para Pemohon untuk selain dan selebihnya.
Ada hal yang menggelitik untuk dikaji lebih jauh dari Keputusan MK ini. Pada amar ketujuh putusan MK, menyatakan untuk menangguhkan segala tindakan/kebijakan yang bersifat strategis dan berdampak luas.
Terus bagaimana menentukan suatu kebijakan bersifat strategis dan berdampak luas yang akan ditangguhkan itu? Apa alat ukurnya, bagaimana program luncuran pusat yang sementara sedang dikerjakan oleh daerah atau pekerjaan yang kebijakannya didasarkan pada UU No. 11 Tahun 2020 harus ditangguhkan?
Pertanyaan-pertanyaan ini sangat dirasakan oleh Daerah. Kawan saya di Bagian Hukum Kota Bima, galau juga dengan putusan ini. Dia contohkan bagaimana masalah izin bangunan yang saat ini telah disesuaikan dengan UU Cipta kerja. Bila tidak disesuaikan, konsekuensinya seluruh pungutan berkaitan dengan izin tersebut harus dikembalikan.
Belum lagi Pemerintah Pusat menagih kepada daerah untuk segera menyampaikan data yang berhubungan dengan pelaksanaan UU Cipta kerja. Apakah hal ini juga termasuk dalam suatu kebijakan yang bersifat strategis dan berdampak luas.
Lalu masalah kebijakan, bila ditelusuri ini ada juga yang merupakan ranah hukum tata usaha negara. Secara hukum, kebijakan selain dalam bentuk pengaturan (regeling), tindakan hukum pemerintah dapat berbentuk keputusan (beschikking) yang merupakan produk tata usaha negara, dan ada juga tindakan yang bersifat hukum keperdataan.
Karena itu,putusan MK yang memerintahkan penangguhan segala tindakan/kebijakan yang bersifat strategis dan berdampak luas, secara hukum masuk kewenangan Pengadilan Tata Usaha Negara dan/atau Pengadilan Negeri. Bukan kewenangan MK.
Semoga Tulisa ini hadir karena memang harus hadir.
(Penulis Dosen STIH Muhammadiyah Bima)
Tidak ada komentar
Posting Komentar