Merusak Atribut Sosialisasi Rambu Lalu Lintas
Munir Husen |
Bulan lalu, pernah menulis opini dengan judul “Hukum Dalam Manifestasi Simbol” (baca Media Zona Rakyat Bima 28 September 2020). Upaya itu dilakukan dalam rangka untuk memberikan pemahaman pada publik bahwa hukum dapat dilihat dari berbagai arti, lebih luas dan fleksibel. Agar pemahaman masyarakat terhadap hukum tidak kaku, seperti halnya orang buta yang memegang gajah. Jadi hukum itu bukan hanya berisi barisan pasal-pasal seperti tercantum didalam Kitab Undang-Undang, melainkan hukum memiliki pandangan dan pemaknaan yang lebih luas. Pada umumnya masyarakat hanya memahami bahwa hukum apa yang tertuang didalam kitab undang-undang, walaupun pandangan masyarakat ini tidaklah salah. Karena memang perlu dan butuh waktu untuk merubah minsedt masyarakat. Semua ini dilakukan dalam rangka “Fastabiqul khairat” serta mencegah kemungkaran sebagai upaya terciptanya kesadaran hukum dan penegakan hukum yang berkeadilan.
Kesadaran hukum adalah kesediaan masyarakat dalam berprilaku sesuai dengan aturan hukum yang telah ditetapkan. Dalam kesadaran hukum memiliki dua dimensi, yaitu kognitif dan afektif. Kognitif merupakan pengetahuan tentang hukum yang mengatur perilaku tertentu baik dilarang maupun diperintahkan sesuai dengan hukum yang telah ditentukan. Sedangkan afektif merupakan suatu bentuk keinsyafan yang mengakui bahwa hukum memang harus patuh. (Iwan Zainul Fuad 2010:47).
Hukum mempunyai tugas mulia untuk mencegah semua bentuk kebathilan dan menegakkan keadilan tanpa pandang bulu sekalipun langit runtuh (law infocement). Hukum memiliki tujuan mengatur kehidupan masyarakat agar tercipta ketertiban, keamanan, dan sebagainya. Untuk mewujudkan hal tersebut, perlu peran serta masyarakat mentaati hukum yang berlaku. Kesadaran berlalu lintas adalah manifestasi dari law infocement, menciptakan susana berlalu lintas yang tertib maka perlu regulasi agar tercipta keteriban, keteraturan sehingga tidak terjadi kecelakaan dijalan raya. Tertib kedasaran hukum pengendara, tertib kelengkapan, dan tertib kelengkapan motor yang sesuai dengan peruntukkannya. Menurut Soerjono Soekanto, bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi kesadaran hukum dan kepatuhan hukum adalah terdiri dari : 1. Faktor undang-undang. 2. Faktor masyarakat. 3. Faktor budaya. 4. Faktor fasilitas, dan 5. Faktor aparat. Kesadaran hukum sebenarnya merupakan kesadaran atau nilai-nilai yang terdapat dalam diri manusia tentang hukum yang ada atau tentang hukum yang diharapkan ada. Menurut SoerjonoSoekanto bahwa untuk mengetahui tingkat kesadaran hukum masyarakat terdapat empat indikator yang dijadikan tolok ukur yaitu pengetahuan hukum, pemahaman hukum, sikap hukum dan pola prilaku hukum. (Soerjono Soekanto :82).
Apa yang dilakukan oleh satuan lalu lintas Polres Bima Kota memasang sosialisasi rambu-rambu lalu lintas perlu diapresiasi sebagai tindakan preventif, agar masyarakat memperhatikan tata cara berlalu lintas yang benar menurut hukum. Spanduk sosialisasi rambu-rambu lalu lintas dengan menggunakan mobil pick up yang memuat penumpang dan sepeda motor yang berboncengan tiga, menunjukkan bahwa pengemudi mobil pick up dan pengendara sepeda motor adalah melakukan perbuatan melawan hukum. Karena perbuatan tersebut dilarang oleh Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Di dalam pasal 137 ayat (4) UU LLAJ berbunyi : “Mobil barang dilarang digunakan untuk angkutan orang, kecuali : a. Rasio Kendaraan bermotor untuk angkutan orang, kondisi geografis, dan prasarana jalan di provinsi/kabupaten/kota belum memadai. b. untuk pengerahan atau pelatihan TNI dan/atau Kepolisan Republik Indonesia; atau c. Kepentingan lain berdasarkan pertimbangan Kepolisian Negara Republik Indoneisa dan/atau Pemerintah Daerah. Jadi berdasarkan norma mobil pick up tidak boleh memuat penumpang, kecuali dalam keadaan tertentu. Salah satu contoh kasus jatuhnya mobil pick up masuk jurang yang menewaskan 3 penumpang. Penumpangnya ada 19 orang 3 diantaranya meninggal dunia dan 15 orang luka-luka.(https://regional.kompas.com/read/2019/06/17241861/kronologi-mobil-pick-up-masuk-jurang-yang-tewaskan-3-orang diakses 18 January). Inilah salah satu contoh kasus mengakibatkan jatuhnya korban yang tidak berdosa. Disamping itu, ada lagi pengendara sepeda motor yang berbonceng tiga orang, tidak menggunakan helm, alat kelengkapan sepeda motor lainnya. Hal ini juga dilarang. Sepeda motor penyumbang kecelakaan terbesar di jalan raya, berdasarkan fakta dan data dalam buku potret Lalu Lintas di Indonesia Tahun 2019, populasi kendaraan seluruh Indonesia pada tahun 2018 adalah 141. 428.052 unit dan 81,85 persen populasi kendaraan bermotor. Dominasi motor ini mengakibatkan faktor kecelakaan (https://www.bisnisnews.id/berita/sepeda-motor-penyumbang-kecelakaan-tersbesar-dijalan-raya, diakses tanggal 18 Januari 2021).
Tujuan utama dari sosialisasi rambu-rambu lalu lintas jalan tersebut adalah untuk memberikan informasi kepada masyarakat agar mematuhi undang-undang sebagai wujud kesadaran hukum berlalu lintas. Untuk mewujudkan kesadaran hukum berlalu lintas, pihak Kepolisian Resort Bima Kota melakukan sosialisasi pemasangan simbol-simbol lalu lintas di beberapa titik di ruas jalan, tujuan agar masyarakat mematuhi peraturan lalu lintas. Sosialisasi simbol-simbol lalu lintas jalan raya ini sangat penting agar masyarakat yang menggunakan kendaraan roda dua dan roda empat sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Hal ini sangat penting bagi masyarakat untuk mentaati hukum, agar resiko bisa dihindari sedini mungkin kecelakaan yang terjadi karena human error.
Human error menurut US National Highway Traffic Safety Adminstration (US NHTSA, 2015) terdapat empat faktor utama dari diri pengemudi/pengendara yang menyebabkan kecelakaan, yaitu: 1. Krsalahan dalam aspek rekognisi (recognition errot), yaitu kesalahan akibat pengemudi tidak memusatkan perhatiannya; atau pecah konsentrasinya baik karena adanya gangguan yang berasal dari luar maupun dari dalam diri snediri, atau kesalahan akibat kontrol terhadap lingkungan secara tepat. 2. Kesalahan dalam membaut keputusan (decesion error), yaitu mengemudi terlalu cepat (ngebut), terlalu cepat ketika menikung, keliru memperkirakan tindakan/pengendara lain, melakukan manuver secara tidak legal, dan kekeliruan dalam memperkirakana jarak dan kecepatan antara kendaraannya sendiri dan kendaraan orang lain. 3. Kesalahan dalam melakukan tindakan (performace error), termasuk di dalamnya adalah overcompensation, kontrol yang lemah terhadap arah/tujuan. 4. Kesalahan lain seperti mengantuk, kelelahan dan lain sebagainya. (Journal of Indonesia Road Safety-vol.1. April 2018).
Sosialisasi rambu-rambu lalu lintas tersebut dipasang di beberapa titik sudah banyak yang hilang, akibat ulah tangan jahat yang tidak bertanggungjawab. Ditengah situasi dan kondisi negara dalam wabah Covid-19 masih saja ada subyek hukum yang melakukan perbuatan pidana kerusakan terhadap sosialisasi rambu lalu lintas di wilayah Polres Bima Kota. Perbuatan kerusakan ini berakibat hukum jika pelakunya ditangkap. Sosialisasi dengan alat peraga rambu lalu lintas bertujuan untuk mewujudkan kesadaran pengemudi mobil, pengendara motor dan masyarakat pada umumnya. Mari kita mewujudkan Kota Bima yang ramah, Kota Bima yang aman dan masyarakat Kota Bima khususnya sadar hukum.
Wallahualam bisyawab.
(Penulis Pemimpin Umum Media Zona Rakyat)
Tidak ada komentar
Posting Komentar