ASN Pengguna Medsos Dibayangi Tindak Pidana Dalam Pilkada Serentak 2020
Munir Husen
Dosen STIH Muhammadiyah Bima
|
Pemilu secara langsung oleh rakyat merupakan sarana perwujudan kedaulatan rakyat untuk menghasilkan pemerintahan negara yang sah dan demokratis. Penyelenggaraan Pemilu secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil dapat terwujud apabila dilaksanakan sesuai dengan aturan hukum yang berlaku.
Nyatanya, pemilu belum mampu memberikan jaminan menghasilkan pemerintahan yang baik. Karena ada beberapa rintangan atau problem yang dihadapi baik pemilu presiden, pemilu legislatif maupun pemilihan kepala daerah secara langsung. (bawaslu 2017: 3240). Misalnya, masih terjadi money politik disetiap Pemilu, kampanye lebih awal sebelum keluarnya jadwal resmi dari KPU, negative campaign dan lain lain.
Pada pemilu 2019, para ASN ini paling banyak dilaporkan atas dugaan menguntungkan atau merugikan salah satu kandidat. Bagja Ketua Bawaslu RI mencontohkan, ada ASN yang dilaporkan karena mengunggah foto mendukung salah satu kandidat Pemilu 2019. Ada pula yang dilaporkan karena mengkampanyekan atau ikut dalam kampanye salah satu kandidat Pemilu 2019. "ASN kan dipidana kalau ikut kampanye.
Menurut Bagja, jenis pelanggaran di media sosial yang biasanya dilakukan oleh ASN adalah dengan mengunggah gambar atau foto peserta Pemilu dan menanggapinya dalam bentuk komentar dan tanda like.
Melihat fenomena ini pemilihan kepala daerah serentak 2020 menarik untuk dikaji dari prespektif hukum pemilu.
Pilkada adalah amanat UUD 1945 yang diatur dalam Pasal 18 ayat (4) UUD 1945, dinyatakan bahwa Gubernur, Bupati, dan Walikota masing-masing sebagai kepala pemerintahan daerah provinsi, kabupaten, dan kota dipilih secara demokratis, dan dipilih secara langsung.
Pilkada memiliki landasan konstitusional sehingga didalam kontestasi pilkada diharapkan menjadi pilkada yang jujur, adil umum , bebas dan rahasia. Menurut Radian Salman setidaknya ada tiga alasan penting pemilihan kepala daerah dilakukan secara langsung yaitu, 1. akuntabilitas kepemimpinan kepala daerah 2. kualitas pelayan public yang berorintasi kepada kepentingan rakyat dan 3. adalah sistim pertanggungjawaban yang tidak saja kepada DPRD atau pemerintah pusat, tetapi langsung kepada rakyat. (Titik Triwulan Tutik 2015:273).
UUD 1945 memberikan jaminan konstitusional bahwa semua warga negara memiliki hak yang sama untuk memilih maupun yang dipilih. Masyarakat tunduk pada ketentuan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2020 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali kota.
Sedangkan ASN tunduk pada ketentuan-ketentua khusus diantaranya adalah, 1.Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara, 2. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2004 dan tentang Pembinaan Jiwa Korps, 3. Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin PNS, 4. Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen PNS dan 5. Surat Edaran Menpan Nomor B/71/M.SM.00.00/2017 tanggal 27 Desember 2017 tentang Pelaksanaan Netralitas bagi ASN.
Landasan hukum menjadi pedoman ASN didalam menentukan pilihan politiknya. ASN terikat dengan Lex Specialis Derogate Legi Generale. Tujuan dari Lex Specialis Derogat Legi Generale agar ASN dapat mengambil sikap tetap Netral dalam kontestasi Pilkada.
Harus diakui bahwa pengaruh ASN dalam masyarakat sangat besar dapat memberikan sumbangan suara sangat signifikan, sehingga semua kandidat akan memanfaatkan ASN sebagai energy prima didalam kontestasi pilkada. Sulit dibayangkan kalau ASN akan meninggalkan pekerjaan pokok demi politik praktis.
Netralitas ASN adalah keniscayaan. Kunci kesuksesan dalam pelaksanaan Pilkada salah satu adalah netralnya semua unsur ASN. ASN tidak terjebak dalam perangkap jaringan politik laba-laba Pilkada. Oleh sebab itu, seharusnya ASN bukan saja berfikir keberhasilan Pilkada dengan mendukung calon tertentu, tetapi bagaimana fatalnya melanggar aturan yang berlaku yang berakibat pada ASN itu sendiri. Kalau aturannya memang demikian adanya, maka tidak ada alasan bagi ASN untuk tidak mentaatinya.
Ketika ASN melibatkan diri pada kontestasi pilkada, mendukung calon tertentu, sudah ada niat terlibat dalam politik praktis, niat tersebut diikuti dengan ikut menyebarkan tulisan, gagasan pada media sosial calon tertentu. Penyebaran ide dan gagasan tersebut bukan tanpa alasan melainkan bagaimana calon kepala daerah bisa menang.
Hal ini menjadi problem normatif bagi ASN, menjadi dasar temuan didalam tindak pidana Pemilu. Idealnya ASN harus netral. Untuk menjaga netralitas, dan kualitas Pilkada, semua regulasi menjadi pedoman untuk ditaati tanpa terkecuali. Kalau regulasi pilkada kita terabas, maka akan menjadi problem didalam pelaksanaan pilkada sampai kapan pun, hanya untuk kepentingan sesaat.
Ini bisa mengurangi kualitas dari pilkada itu sendiri, terutama secara substantif. Meskipun kita percaya bahwa praktik berdemokrasi di Indonesia sudah sangat demokratis dengan ukuran demokrasi prosedural. Setidaknya ada tiga indikator pemilihan kepala daerah bisa dianggap berkualitas dalam mendorong demokratisasi di tingkat lokal yaitu 1. dari persoalan aturan pilkada, 2. proses pilkada dan 3. pemerintahan hasil pemilu. Dengan demikian, menjaga kualitas pilkada yang demokratis dilakukan dengan menegakan regulasi/ aturan pemilu atau pemilihan serta menjaga proses pemilu sesuai tahapan pemilu/pemilihan dan memastikan setiap tahapan dilakukan secara demokratis. (Bawaslu 2017:330).
Seharusnya ASN mengabdi untuk kepentingan rakyat. Pelayanan kebutuhan rakyat adalah hal yang sangat utama dan mendasar. Itulah tanggung jawab ASN sebagai abdi Negara bagaimana pelayanan rakyat itu lebih utama jika dibandingkan dengan yang lain.
Profesi mulia itu disumpah atas nama Tuhan untuk mengabdi pada masyarakat, naïf kalau profesi ASN dihitung dengan benefit terus menerus, dengan ikut serta mengambil bagian pada politik praktis, untuk meraih keinginan dan syahwat politik. Yang paling fundamental dalam kehidupan demokrasi adalah kejujuran berdemokrasi, dengan tidak menghalalkan segala cara, teori Machiavelisme seharusnya tidak pas untuk dibenturkan dengan demokrasi pancasila hanya untuk mencapai tujuan. Untuk mewujudkan pilkada demokratis tentu memilik kriteria-kriteria dengan prinsip-prinsip Rechtssaat yaitu :1, Perlindungan Konstitusional. 2, Penegakan Hukum dan 3, Pedagogi politik.
Ketua Bawaslu RI, menegaskan bahwa larangan tentang keberpihakan ASN secara tegas diatur dalam Undang-Undang tentang Pilkada serta UU No 5 Tahun 2014 tentang ASN. Abahan mengingatkan agar seluruh ASN lebih berhati-hati dalam menggunakan media sosial. Setiap perbuatan dan komentar ASN dalam media sosial yang memberikan dukungan calon tertentu akan dikenakan sanksi.
Ketua Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) Agus Pramusinto mengungkap, 369 ASN melakukan pelanggaran netralitas jelang pilkada sejak Janwari hingga 26 Juni 2020. Pelanggaran yang paling banyak ditemukan adalah kampanye ASN melalui media sosial. Penyebaran informasi dimedia sosial untuk calon kepala daerah oleh ASN adalah akan masuk kepada ketegori pelanggaran tindak pidana pemilu.
Secara umum, istilah tindak pidana pemilu merupakan terminologis yang sama atau menjadi bagian dari tindak pidana dalam rezim hukum pidana. Istilah lain untuk “tindak pidana”adalah “perbuatan pidana”atau “delik” yang dalam bahasa Belanda disebut dengan strafbaar feit. Jika dikaitkan dengan pemilu, maka dapat diistilahkan dengan delik pemilu atau tindak pidana pemilu. (Khairul Fahmi, PUSAKO Fakultas Hukum Universitas Andalas).
Jadi siapa saja ASN yang melakukan pelanggaran Tipilu akan diproses sesuai dengan tingkat kesalahannya. Tindak pidana pemilu Menurut Topo Santosa adalah semua tindak pidana yang berkaitan dengan penyelenggaraan pemilu yang diatur dalam undang-undang pemilu maupun didalam tindak pidana. (Topo Sutopo 2006:4).
Berkenaan dengan masalah tersebut maka Dedi Mulyadi melakukan redefenisi tindak pidana pemilu, terhadap pengertian tindak pidan pemilu menjadi dua kategori: 1. Tindak pidana pemilu khusus adalah semua tindak pidana yang berkaitan dengan pemilu dan dilaksanakan pada tahapan penyelenggaraan pemilu baik yang diatur dalam UU pemilu maupun dalam undang-undang tindak pidana pemilu. 2. Tindak pidana pemilu umum adalah semua tindak pidana yang berkaitan dengan pemilu dan dilaksanakan pada tahap penyelenggaraan pemilu baik yang diatur dalam UU Pemilu maupun dalam UU Tindak Pidana Pemilu dan penyelesaiannya di luar tahapan pemilu melalui Peradilan Umum.(Dedi Mulyadi 2012: 418).
Disinilah peran BAWASLU yang agak berat karena Bawaslu akan juga membuka Media sosial untuk melihat sejauh mana pelanggaran ASN didalam bermedia sosial. Bawaslu akan menetukan kualifikasi pelanggran tindak pidana pemilu oleh ASN.
Bawaslu tidak hanya menjerat ASN dengan pelanggaran faktual disaat pertemuan ASN dengan tokoh masarakat saja misalnya, melainkan juga bagaimana peran ASN pada media sosial didalam melakukan aktifitas politik praktis. Apakah peran ASN dimedia sosial dapat dikatakan masuk dalam rumusan delik tindak pidana pemilu atau tidak.
Bawsalu mempunyai tugas untuk melakukan pencegahan dan penindakan terhadap pelanggaran pemilu dan sengketa proses pemilu, mengawasi persiapan penyelenggaraan pemilu.
Tugas-tugas Bawaslu yang dilakukan dalam konteks pencegahan pelanggaran pemilu dan pencegahan sengketa proses pemilu adalah mengidentifikasi dan memetakan potensi kerawanan serta pelanggaran pemilu mengoordinasikan, mensupervisi, membimbing, memantau, dan mengevaluasi penyelenggaraan pemilu, berkooordinasi dengan instansi pemerintah terkait dan meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pengawasan pemilu. (Teguh Prasetyo. 2017: 125).
Semoga semua pihak yang ikut kontestasi Pilkada perlu konsisten bahwa kita ikut kontestasi pilkada memang harus berpedoman pada hukum yang berlaku, jangan merasa tidak melanggar seperti yang dikatakan oleh tokoh Muhammadiyah Prof. Syafi’ Maa’rif, bahwa saat ini banyak manusia yang mati rasa. Tegakkan hukum sekalipun langit runtuh.
Wallahualam Bisyawab