Memilih Pemimpin Era Digital Menurut Islam
Imran SPdI (Ketua Forum Lenga Ndai)
|
Ditengah derasnya arus informasi dan komunikasi, seakan berperan menjadi tuhan kedua bagi ummat manusia untuk menentukan baik buruknya seseorang yang akan dipilih sebagai pemimpin. Pencitraan dan rekayasa profil calon pemimpin menjadi suguhan yang diberikan setiap saat oleh media ketika suksesi kepemimpinan baik dalam skala nasional maupun regional. Pemimpin-pemimpin baru lahir dari “karbitan media” yang mengagungkannya sehingga masyarakat di suguhkan dengan drama-drama kebaikan darinya sebagai upaya mempengaruhi dan menjaring hati rakyat yang memilihnya. Kecendrungan media untuk mengambil kaplingan iklan juga menjadi pemicu lahirnya suguhan-suguhan palsu terkait pribadi calon pemimpin.
Namun, harus disadari bahwa suksesi pemimpin dengan menggunakan media sebagai alat pencitraan dan inkubator pemimpin karbitan akan menjadi malapetaka bagi keberlangsungan kita dalam hidup berbangsa dan bernegara. Karena sesungguhnya, lahirnya pemimpin melalui proses ini adalah salah asuh dari nilai-nilai demokrasi yang kita anut.
Memahami demokrasi pada hari ini sesungguhnya kita dihadapkan untuk memahami siapa kita sebenarnya, siapa rakyat sebenarnya. Karena kitalah, karena rakyatlah yang menjadi ujung tombak untuk mengangkat pemimpin. Maka, semakin baik kita, semakin baik rakyat dengan sendirinya pemimpin yang diangkat juga akan baik begitupun sebaliknya, kalau rakyat itu jahat atau kita yang jahat maka pemimpin yang diangkat juga orang jahat.
Untuk itu, media seharusnya menjadi “wasit” terbaik untuk memberikan informasi yang sesungguhnya kepada rakyat sehingga rakyat dapat memilih pemimpin sesuai dengan hati dan informasi yang benar.
Dalam bingkai islam, memilih pemimpin itu sama dengan memilih pasangan hidup. Karena, dengan memilih pemimpin kita akan menyerahkan masa depan bangsa dan negara terutama segenap rakyat di dalamnya ketangan mereka paling tidak untuk lima tahun masa kepemimpinnya. Apabila salah dalam mengangkat pemimpin maka kesengsaraan menyertainya selama lima tahun kedepan. Dan ketika kita salah dalam memilih pemimpin maka akan membutuhkan proses recovery yang cukup lama, dan kita bisa berkaca pada masa orde baru di mana karena kesalahan pemimpin kita masih menanggung beban utang dan kebijakan yang salah sampai dengan hari ini. Menurut Rasulullah saw dalam memilih pasangan hidup ada empat kriteria yang diberikan sebagaimana riwayat Dari Abu Hurairah Radliyallaahu 'anhu bahwa Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: " nikah itu karena empat hal, yaitu: harta, keturunan, kecantikan/kegantengan, dan agamanya. Nikahilah yang taat beragama, engkau akan berbahagia." (H.R. Muttafaq Alaihi dan Imam Lima).
Kontekstualisasi hadits tersebut dalam memilih pemimpin tentu dibutuhkan kehati-hatian dan jangan sampai salah kaprah. Dan saya mencoba mengkontekstulisasikannya dalam memilih pemimpin sesuai dengan kemampuan dan pemahaman saya. Memilih pemimpin yang memiliki harta tentu lebih baik daripada memilih pemimpin yang miskin. Karena bisa jadi tanpa pondasi agama yang kuat seorang pemimpin yang miskin cenderung ingin memperkaya dirinya sehingga norma dan aturan akan ditabrak dan terjadilah yang namanya KKN. Tetapi, pemimpin yang juga memiliki harta yang banyak tidak menutup kemungkinan untuk melakukan KKN karena sifat manusia itu keinginannya tidak terbatas, maka disinilah peran agama untuk membentengi manusia dari penyalahgunaan wewenang.
Aspek keturunan juga perlu dipertimbangkan dalam memilih pemimpin. Darimana asalnya, keturunan siapa, dan bagaimana track record keluarganya. Dengan melihatnya dari aspek keturunan secara syar`i kita telah berupaya untuk mencegah dipimpin oleh orang-orang yang jahat. Begitupun juga dari aspek kegantengan dan kecantikan, sehingga secara psikologis kita sebagai rakyat merasa bangga punya pemimpin yang parasnya bagus, bahkan Allah swt sendiri mengangkat para Rasul-Nya adalah orang-orang terganteng pada masanya. Dan sekali lagi aspek agama menjadi penting ketika kita memilih pemimpin baik karena keturunannya maupun karena rupanya.
Terakhir memilih pemimpin karena agamanya dijanjikan oleh Rasulullah niscaya kalian akan bahagia. Inilah yang menjadi aspek paling fundamental ketika kita memilih pemimpin. Mengangkat pemimpin yang agamanya baik pada saat yang bersamaan kita melaksanakan perintah Allah. Karena setiap perbuatan kita manusia termasuk mengangkat pemimpin akan dimintai pertanggungjawabannya oleh Allah swt.
Oleh karena itu, dalam memilih pemimpin kita harus cerdas dan menggunakan akal sehat kita. Jangan terpengaruh oleh agitasi media yang mengkarbit mereka dan menampakan mereka dengan pribadi yang sempurna. Kita adalah makhluk terbaik yang diberikan oleh Allah dengan tiga potensi utama yaitu, qalbu, penglihatan dan pendengaran. Gunakanlah potensi tersebut untuk memilih pemimpin yang baik sesuai dengan ajaran agama. Dan potensi itulah yang membedakan kita dengan makhluk yang lainnya. Mudah-mudahan dengan menggunakan 4 kriteria sesuai dengan hadits di atas untuk memilih pemimpin, kita di anugerahkan oleh Allah swt negeri yang baldatun toyyibatun warabbun ghafur, negeri yang baik yang berdiri dengan Rabb Yang Maha Pengampun. (*)