Mahalnya Ongkos Demokrasi Pemilihan Kepala Daerah
Munir Husen
(Pimpinan Media Zona Rakyat)
Sebagai dasar pelaksanaan Pilkada KPU merujuk UU N 10 tahun 2016 Perubahan Kedua Atas UU No 1 tahun 2015 tentang PP Pengganti UU no. 1 tahun 2015 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota menjadi Undang-Undang.
Didalam UU N0. 10 Tahun 2016 persyaratan parpol mengikuti Pilkada, diatur di pasal 40 ayat (1) Parpol atau gabungan Parpol dapat mendaftarkan pasangan calon jika memenuhi persyaratan perolehan suara paling sedikt 20 persen dari jumlah kursi DPRD atau 25 peren dari akumulasi perolehan suara sah dalam Pemilu anggota DPRD yang bersangkutan.
Harus diakui, Parpol memiliki peran sangat besar, menentukan proses legalitas pemimpin di ajang pesta demokrasi. Parpol memiliki hak privelige, penentu pasangan calon kepala daerah apakah pasangan calon kepala daerah cocok dengan visi dan misi partai atau tidak.
Parpol harus cerdas ketika dipinang calon kepala daerah sebelum memberi rekomendasi kepada pasangan calon. Minimal calon memiliki value, treck record, prestasi, reputasi, inovasi dan gagasan untuk mewujudkan kemajuan daerah (Tri Antoro 2024).
Disaat pesta demookrasi Pilkada, lamaran calon kepala daerah pada Parpol over capacity, sehingga mekanisme penentuan pasangan calon sangat ketat. Terjadi tarik menarik kepentingan calon sangat alot didalam internal partai politik untuk menentukan pasasngan calon kepala daerah.
Pentuan pasangan calon tersbut bersamaan dengan penetuan kesepakatan mahar poltik. Mahar politik adalah sejumlah uang yang diberikan orang atau lembaga kepada parpol atau koalisi partai dalam proses pencalonan wakil rakyat, gubernur, bupati, walikota...(https://aclc.kpk.go.id).
Mahar Politik dikenal dengan istilah ‘uang perahu’, seseorang membayar uang agar mendapatkan kendaraan di Parpol agar dicalonkan. Mahar diberikan untuk mendapatkan stempel dan restu dari Parpol...(direktur sosialisasi dan Kampanye Anti Korupsi KPK).
Fenomena ini menjadi permasalahan utama bagi setiap pasangan calon, sebab biaya demokrasi butuh dana nilainya sangat fantastis mencapai digit “miliaran rupiah” hal tersebut tidak bisa dinafikan.
Dana jumbo harus dikantongi oleh setiap pasangan calon kepala daerah untuk menggerakan mesin politik, menjadi unsur penting bagi seorang politisi jika ingin melawan pesainggnya (Riir Gloria 2023).
Kebijakan mahar oleh Parpol berimpilkasi terhadap out put demokrasi secara nasional, kelainan yang cendrung transaksional disetiap kontestasi Pemilu umumnya, masyarakatpun turut serta, ikut serta secara bersama mencontohi liberasi Parpol.
Jangan heran rakyat ikut mendukung, asalkan terdapat imbalan terhadap dukungan yang diberikan itu, misalnya mereka mau berkampanye asalkan mendapat uang transpor, memperoleh kaos dan imbalan-imbalan material lainnya (https://antikorupsi.org/id).
Desain peraturan Pilkada langsung belum sampai pada memikirkan bagaimana menekan ongkos politik peserta pemilu. Setiap calon dibayang-banyangi oleh modal politik yang perlu disiapan untuk terjun kontestasi Pilkada (https://puskopal.fisip/ui.ac.id) .
Praktik politik uang menyebabkan biaya politik tinggi, akibatnya calon kepala daerah akhirnya akan mencari dana Pilkada dari berbagai sumber dan sponsor tentu saja pasti tidak ada yang graris. Imbalannya akan diselesaikan secara adat pada saatnya.
Sebaliknya mahalnya ongkos demokrasi tidak berimplikasi kepada perbaikan kualitas demokrasi subtantif dan perbaikan kualitas hidup rakyat hal ini disebakan mahalnya biasa demikrasi Pilkada. Semoga Pilkada di Tahun 2024 akan terjadi perubahan dalam berbagai aspek kehidupan.
Kepada seluruh kontestan Pilkada untuk berkompetisi secara fair, menjaga kondusifitas daerah mulai saat ini sampai pada hari pencoblosan, siap kalah dan siap menang agar stabilitas daerah tetap terjaga. Salam perjuangan dan sukses.
Allahul Musta’an.
Tidak ada komentar
Posting Komentar